"Kenapa Tuhan kita
berbeda?" tangis mega pecah. Kali ini ia balik badan membelakangi
kekasihnya, Gumay.
"Tidak. Tuhan kita tidak
beda. ." Suara gumay terdengar sedikit serak.
"Lalu??" mega menyibak
air mata dengan punggung jari telunjuknya.
"Lalu apa? Tetap saja, aku
tidak akan menerima ide gilamu itu. Itu ide konyol. Jangan nekat, mega!!"
ucap gumay.
"hah? Semua akan mudah,
gumay! Kita tinggal keluar negeri lalu menikah disana. Kalau perlu kita tinggal
disana." Mega terus meyakinkan Gumay untuk nikah lari meskipun kedua orang
tua mereka sudah jelas-jelas tidak menyetujui hubungan keduanya.
"Mega, dengar! Ini bukan
soal pernikahan. Tapi ini soal keyakinan. Aku gak mau kita nikah tapi keyakinan
kita berbeda." Bantah gumay.
Mega hanya diam, seperti
kehabisan kata-kata. Kini mata gadis itu sudah tidak basah oleh air mata. Gadis
dari anak seorang anggota DPR itu sudah terlanjur jatuh hati pada pria yg ia
kenal sejak SMA itu. Dan kini keduanya sedang kuliah di perguruan tinggi swasta
di jakarta barat. Sedangkan Gumay, selain kuliah ia aktif menulis di sebuah
majalah remaja. dari sanalah Gumay mendapat tambahan uang jajan & untuk
membeli buku-buku. Ia sadar kondisi keluarganya yang sederhana.
Sejak awal pacaran, keduanya tahu
tentang perbedaan keyakinan diantara mereka. Tapi tak dipedulikan. Sekarang, saat
kedua orang tua mereka tahu & tak merestui, dan ketika cinta mereka semakin
kuat, kedua pemuda itu, Mega & Gumay menyadari bahwa mereka benar-benar
berbeda. Tapi mega nekat akan teteap menikah meski berbeda.
"Sekarang menurutmu apa yang
harus kita lakukan?" Mega membuka pembicaraan di tengah riuhnya suara
ombak. Langit gelap, hanya beberapa bintang yg mengintip, sedangkan angin terus
membelai lembut kedua pemuda itu.
Gumay hanya diam. Tetap diam.
“Sayang…” ucap mega tak sabar
menunggu keputusan gumay.
"Kita Putus!" ucap
Gumay singkat.
Jantung mega seperti tertekan
batu tajam ketika mendengar itu. Riuhnya suara ombak semakin jelas terdengar,
hembusan angin seperti menusuk setiap pori di tubuh Mega. Sakit!
"Lebih baik kita putus
sekarang" Gumay mengulang ucapannya yg membuat mega seperti tersambar
petir. Membuat mega semakin sakit.
Mata mega kembali basah. Isak
tangisnya mulai terdengar. Dan kini perasaan bersalah mulai timbul dihati
Gumay. Tapi iya yakin keputusan yang ia ambil adalah benar.
"Apa itu jujur dari hatimu?
Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Hah?" ucap mega sambil
menarik-narik kerah baju Gumay.
"Ya, mega. Sekrang aku
sadar. Kita benar-benar berbeda. Kecuali..." perkataan gumay terputus.
"Kecuali apa, gumay? Kecuali
aku mengikuti agamamu? Itu yang kamu mau?" nada suara mega meninggi.
"tidak. Kecuali kita benar-benar
menerima perbedaan kita. Semua selesai. Semua cukup sampai disini."
"Tuhan tidak adil. Kenapa
Tuhan harus menciptakan perbedaan. Kenapa kita harus berbeda?" mega tak
bisa menerima semua.
"Loh, bukankah hidup itu
pilihan? Dan bukankah semua pilihan ada konsekuensinya. Inilah pilihan kita. Inilah
pilihan kita yang menamai Tuhan kita dengan berbeda. Meskipun kita sudah tahu
bahwa Tuhan itu satu. kita sudah tahu bahwa Tuhan didunia ini satu. Tapi Kita
memilih utk memanggil & mendatangi Tuhan kita dengan cara berbeda."
Untuk yg kesekian kalianya, Mega
menyibak air matanya dengan punggung jari telunjuknya dan berkata lembut...
"Baik, aku terima
keputusanmu, Gumay. Hidup adalah pilihan & setiap pilihan ada
konsekuensinya. Aku setuju. Dan ini… inilah konsekuensi atas cinta kita, perpisahan!
Karena kita berbeda. Karena kita menamai Tuhan kita dengan beda."
"Betul Mega.. Hiduplah dengan
pilihanmu. Dan aku hidup dengan pilihanku. Kita memang berbeda tapi..."
"Kita memang berbeda tapi
kita tetap manusia."
~tamat~
Karawang,
23 agustus 2012.